
Kuala Tanjung (MaI)-Ratusan warga Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara, melakukan aksi demo ke PT Multimas Nabati Asahan (MNA),Kamis (26/6). Mereka melampiaskan kemarahanmenyusulpernyataan Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Batubara, yang menuding masyarakat melakukan pemerasan terhadap PT MNA, salah satu perusahaan Wilmar group yang beroperasi di Kuala Tanjung..
Dalam keterangannya, koordinator aksi Ismail Bangun mengatakan, kejadian ini bermula dari adanya kesepakatan antara PT MNA dengan warga Kuala Tanjung, dihadapan Kapolres Batubara, Asisten Pemkab Batubara dan Manajemen perusahaan serta unsur pemerintah daerah lainnya, pasca aksi demowarga Kuala Tanjung sebulan yang lalu, Selasa (20/5).
“Diatas materai PT MNA menjanjikan bahwa dalam waktu satu bulan ini akan memberikan jawaban atas tuntutan warga yang meminta kompensasi sebesar Rp 500 ribu per KK setiap bulannya, sebagai kompensasi kerugian yang dialami wargaatas dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas perusahaankelapa sawit PT MNA,” terang Ismail Bangun.
Saat tiba batas waktu yang dijanjikan (20/6), warga terkejut dan marah setelah yang muncul justru selembar surat dari APINDO yang ditandatangani oleh Ketua DP APINDO Kabupaten Batubara a.n Abdul Azis dan Sekretaris DP APINDO Kabupaten Batubara a.n Muhammad Isya yang menyatakan mendapat kuasa dari PT MNA.
“Bagaimana kami tidak marah, karena tiba-tiba APINDO melayangkan surat menuding kami melakukan pemerasan terhadap PT MNA karena katanya polusi pencemaran yang disangkakan kami tidak terbukti secara keilmuan,”ujar Ismail Bangun, serayamelanjutkan, “Kami tidak memeras. Yang kami minta adalah pertanggungjawaban PT MNA untuk memberikan kompensasi atas kerugian masyarakat sebagai akibat dampak pengelolaan limbah PT MNA yang tidak ramah lingkungan.”
Sejumlah warga pendemo memberikan kesaksian, sambil membawa wadah sampel air, menunjukkan bahwa air dan tanah di lahan masyarakat sudah terkontaminasi resapan limbah pabrik kelapa sawit. Menurut mereka, air sumur yang dulunya bisa diminum kini sudah tidak layak. Akibatnya, warga terpaksa mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli air minum isi ulang Rp 3.000 per galon bagi kebutuhan keluarga mereka.
“Bisa dibayangkan mas, setiap bulan kami harus mengeluarkan biaya berapa. Belum lagi untuk keperluan kami masak, mandi dan mencuci,” ujar seorang ibu kepada media. Tidak hanya itu, warga mengatakan pula bahwa aktivitas PT MNA setiap hari mengeluarkan asap hitam yang beraroma tidak sedap. Memang betul, saat unjuk rasa berlangsung tiba-tiba tercium aroma menyengat yang sangat tidak sedap, membuat wartawan Maklumat-independen harus menutup hidung.
Sejak pukul 07.00 WIB, warga dusun III Alay dan dusun IV Tanjung Permai yang didominasi kaum ibu sudah berkumpul di depan pintu gerbang pabrik kelapa sawit PT MNA dan menutup akses keluar-masuk. Akibatnya, sekitar 300-an karyawan PT MNA (shift ke-2) gagal masuk kerja pintu masukkarena dihadang massa. Begitu juga ratusan truk tangki pengangkut minyak kelapa sawit (CPO)terpaksa antri di sepanjang jalan dan menimbulkan kemacetan arus lalu lintas.
Untuk mencari solusi atas tuntutan warga Kuala Tanjung, Kapolres Batubara AKBP JP Sinaga berusaha menghadirkan Sekretaris APINDO Muhammad Isya untuk berdialog dengan warga. Namun justru situasi memanas sehingga pihak kepolisian terpaksa harus mengamankanMuhammad Isya dari sasaran amuk kemarahan pendemo. Yang terjadi kemudian,tindakan represif aparat kepolisian memicu bentrokan antara warga dengan barikade pengamanan kepolisian. Tercatat sejumlah warga terluka akibat perlakuan kekerasan dari oknum kepolisian, salah satunya Ismail Bangun yang harus mendapat jahitan di bagian kepalanya, dan juga sejumlah warga yang dituding provokator turut diamankan kepolisian.
Akhirnya, setelah berlarut-larut pihak PT MNA memberikan kesempatan bagi perwakilan warga untuk berdialog bersama perwakilan perusahaan dan APINDO. Namun tampaknya pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil. “Kami menuntut APINDO dan Multimas meminta maaf kepada masyarakat karena tuduhan pemerasan itu, dan kami tetap konsisten menuntut kompensasi tersebut.Tapi pihak perusahaan justru bersikeras mengancam kami akan menempuh jalur hukum,” ujar ibu Fatimah Siregar yang ikut mewakili warga dalam dialog tersebut.
Melihat waktu beranjak sore, dan tidak ada kesepakatan akhirnya warga pendemo memutuskan menarik diri dan akan mengatakan akan melakukan konsolidasi gerakan aksi yang lebih besar. Terpantau hingga pukul 18.00 WIB, sebanyak 50 truk masih mengantri untuk bisa masuk ke PT MNA. Dari pihak perusahaan sendiri tidak diperoleh keterangan, mengenai kerugian yang harus ditanggung saat terjadi pemblokiran oleh masyarakat. (ANDO/MaI.com)